Cheng Beng adalah salah satu 5
festival tertua orang Tionghua. Cheng Beng atau berziarah ke makam leluhur
adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi sebagai bentuk rasa
hormat terhadap leluhur yang telah meninggal.
Cheng
Beng jatuh pada bulan 3 lunar atau setiap tanggal 4-5 April. Dalam tradisi
Hokkian, acara Cheng Beng atau berziarah ke makam leluhur dapat dimulai dari
H-10 sampai dengan H+5 (setengah bulan).
Adapun
nama Cheng Beng yang artinya jernih, jelas
di karenakan pada bulan 3 lunar di Tiongkok, cuaca sudah mulai hangat
(masuk musim semi), udara segar,
daun-daun mulai hijau dan bunga-bunga mulai mekar menghiasi alam
semesta.
Awal
mula festival Cheng Beng bermula ketika zaman Chun Qiu yang waktu itu terjadi
peperangan (sekitar 770 SM). Seorang
raja bernama Chong Er yang kelaparan sewaktu berkelana 19 tahun di pengasingan, karena tidak ada makanan di
sekitar itu, maka salah seorang pengawalnya
yang bernama Jie Zhi Tui kemudian mengiris daging di pahanya untuk di
masak sup sebagai makanan raja. Raja
sangat terharu melihat pengorbanan Jie Zhi Tui, dan setelah beliau berhasil
kembali ke negaranya, beliau ingin membalas budi Jie Zhi Tui dengan pemberian
santunan dan pangkat.
Namun
Jie Zhi Tui sudah terlanjur pergi berkelana dengan ibundanya di dalam hutan.
Karena tidak dapat menemukan Jie Zhi Tui, akhirnya raja memerintahkan
prajuritnya untuk membakar hutan itu guna memancing Jie Zhi Tui supaya keluar
dari hutan. Namun setelah api mereda, para prajurit baru menemukan Jie Zhi Tui,
beliau meninggal dengan ibundanya dalam posisi berpelukan di bawah pohon Liu.
Sang Raja sangat menyesal, kemudian memerintahkan bahwa hari ini sebagai Hari
Tanpa Api atau Hari Makanan Dingin.
Pada
awalnya Hari Makanan Dingin berbeda 3 hari dengan Cheng Beng, namun sejak
Dinasti Song, Hari Makanan Dingin
digabungkan dengan Cheng Beng dan berlanjut sampai sekarang ini. Yang di
maksudkan dengan Hari Makanan Dingin yaitu pada hari itu tidak menghidupkan api
untuk memasak, masyarakat makan makanan yang sudah di masak sehari sebelumnya
ataupun kue-kue.
Dalam
tradisi Hokkian, sanak keluarga akan membawa lilin, dupa, kertas sembahyang,
bunga dan sesajian dalam acara ziarah makam leluhur. Sebelum memulai
sembahyang, keluarga akan membersihkan makam leluhur dari rumput liar, mengelap
batu nisan dan menebarkan bunga di atas makam leluhur. Sembahyang pertama di
tujukan kepada dewa tanah yang menjaga makam leluhur, kemudian dilanjutkan
sembahyang leluhur dengan mempersembahkan dupa, lilin, kertas sembahyang dan
sesajian yang di bawa. Sesajian biasanya berupa buah-buahan dan kue-kue.
Pada
hari Cheng Beng, karena ditentukan sebagai Hari Tanpa Api, maka seluruh
masyarakat akan mengonsumsi makanan yang sudah disiapkan sebelumnya, seperti
lumpia dan kue-kue yang terbuat dari ketan. Seiring perubahan zaman, tradisi Hari Tanpa Api sudah mulai pudar pada
masyarakat modern, tetapi tradisi mengonsumsi lumpia dan kue ketan pada hari
Cheng Beng masih dijalankan oleh generasi penerus.
Di
Tiongkok dan Taiwan, hari Cheng Beng menjadi hari libur nasional yang
berlangsung sekitar 3 hari. Masyarakat akan pulang ke kampung halaman untuk
melaksanakan ritual ziarah makam leluhur kemudian dilanjutkan dengan piknik di
alam bebas. Pada saat itu cuaca cerah, udara segar, pohon mulai berdaun dan
bunga-bunga mulai mekar, adalah saat yang tepat untuk berkumpulnya keluarga.