Tuesday, February 14, 2017

Kita

Hari ini tiba-tiba merindukan seorang sahabat yang sudah 2 tahun tidak bertemu, terakhir kami bertemu sewaktu saya dan dia berada di ibukota dalam waktu yang bersamaan, waktu itu saya sedang menghadiri sebuah pameran, sementara dia sedang menghadiri sebuah seminar. Dikatakan rindu, sejujurnya karena menerima emailnya tadi pagi.

Terkadang saya masih merasa inilah “karma” yang mengikat kami dimana persahabatan ini bermula dari sebuah kesalahpahaman kami dalam menjalankan sebuah tugas di kantor. Yahh… dia adalah GM saya sewaktu bekerja sebagai translator. Kantor kami menyediakan jasa translate dalam puluhan bahasa, setiap karyawan diwajibkan menguasai minimal 3 bahasa.

Karena pribadi saya yang menyukai seni budaya, saya pun dipercayakan untuk menjadi ketua divisi kebudayaan. Saya selalu ingat dengan perkataan GM  yang sengaja memanggil saya ke ruangan kerjanya untuk memberi semangat kepada saya (waktu itu kami masih sebatas partner kerja): “kamu adalah seorang yang memiliki talenta, galilah kemampuanmu sedalam mungkin, kamu menguasai 4 bahasa, kamu jeli, kamu ceria, teliti, hanya saja kurang bersabar. Di sini kamu adalah ketua divisi yang paling muda, janganlah takut untuk membuat keputusan, biarlah orang lain melihat tubuh kamu yang mungil ini dengan biasa, tapi lakukanlah sesuatu yang membuat mereka menilai kamu sebagai seorang yang luar biasa.”

“Saya tidak ingin bertanding dengan orang lain, saya hanya ingin menikmati proses menjadi pribadi yang bermanfaat bagi lingkungan.” Saya ingat jawaban saya waktu itu, dan ini adalah motto saya dalam bekerja.  Inilah saya yang kemudian dapat menjalani tugas-tugas dengan santai dan riang gembira, ohh…saya termasuk orang yang cuek dengan gossip di kantor, dan inilah yang membuat saya dapat membaur dengan setiap divisi.

Suatu ketika saya diutus untuk menulis sebuah artikel, singkat kata pendapat kami sedikit berbeda. Cara penyampaian beliau yang tegas dan one man show membuat saya tersinggung sehingga untuk beberapa hari kedepan, saya sengaja menghindari beliau. Bila bertemu di lobby, saya akan rela naik tangga dibanding 1 lift dengannya,  atau saya akan telat ke kantin untuk makan siang supaya tidak perlu semeja dengannya. (sedikit childish)

Kondisi kucing-kucingan ini berlangsung sekitar 10 hari, teman-teman kantor merasa saya agak aneh tetapi tidak dapat menerka ataupun mengorek cerita dari saya. Saya sendiri tidak bermaksud untuk membagi cerita kepada siapapun. Sampai suatu hari minggu kami kebetulan bertemu di café toko buku, hari ini hari ke-11 saya menghindarinya. Dikesempatan ini kami berbicara secara terbuka, moment inilah yang kemudian menjadi pintu persahabatan kami.

“Saya tersinggung dengan cara penyampaian bapak yang terkesan one man show, saya tidak akan terima dengan pernyataan yang selalu ingin menang sendiri, bukankah saya ada hak untuk membuat keputusan?” Pernyataan saya ini yang kemudian membangun cara komunikasi kami yang selalu terbuka tetapi tetap menjaga privasi masing-masing. Kami sering berbagi pengalaman dan pengetahuan, beliau mengajarkan saya banyak hal.

Setelah menjadi sahabat, kami baru menemukan banyak sekali kesamaan antara kami. Kami lahir di shio yang sama (dia 1 putaran diatas saya), lahir di bulan yang sama, zodiac yang sama, suka bertualang, keras kepala, sama-sama anak ke-2, memiliki gigi kelinci hehe, suka makan pedas, tidak suka bawang putih, suka ketawa keras-keras (kecuali di kantor), banyak ide konyol, mencintai pedesaan, tidak bisa berenang, phobia ketinggian.  

Banyak sekali kenangan kami yang bila diungkit kembali sedikit memalukan,  misalnya saya yang menabrak pintu kaca ketika menghindari dia, atau tertukar hp dengannya yang sama persis (waktu itu 1 kantor hanya hp kami yang sama, sama type, sama warna, sama nada dering hmmm).

Persahabatan kami semakin kokoh ketika saya menemani dia melewati masa sulit, kala itu seorang GM yang selalu cool, tegas, berwibawa dan penuh percaya diri itu terlihat begitu depresi di mata saya, matanya sayu dan pandangannya kosong. Saya tidak tahu apa yang dapat saya lakukan untuk membantunya, saya hanya menemani dan menjadi pendengar yang setia. “Setiap orang membutuhkan teman bicara” pikiran saya waktu itu, walaupun saya tidak dapat membantu, tapi setidaknya saya dapat menemani dan mendengarnya.

Setelah lama tidak berjumpa, saya sangat bahagia mendengar dia sekarang yang jauh lebih santai menjalani hidup dibanding dulu yang ambisius, teringat kata-kata kami yang saling mengingatkan. “kamu pintar, bertalenta, sayangnya terlalu ambisius untuk menggapai hasil, terkadang menikmati proses itu jauh lebih seru dibanding memetik hasil akhir, lihatnya orang sekitarmu, mereka semua berjodoh denganmu, bisa jadi mereka adalah pembimbing kamu menuju kesuksesan.” Kata-kata saya untuk dia.

“Seperti biasa, kamu lincah, bertalenta, sayangnya kurang bersabar dan terlalu menuntut. Latihlah kesabaranmu, jangan terlalu cuek dengan sebuah kondisi yang mungkin akan menjadi sebuah akar permasalahan.” Dia membalas. Hahaa inilah kami dengan apa adanya dan saling mengingatkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Ada keharuan di dalam persahabatan ini, kami sangat sadar akan ketidakkekalan, pertemuan dan perpisahan terjadi karena karma. Kami sangat menghargai persahabatan ini, bahkan kami membuat sebuah kesepakatan bila sampai hari tua kami masih belum memiliki pasangan masing-masing, mungkin backpacker tua bisa menjadi pilihan kami.

Hari ini dia mengirimkan saya sebuah pesan:
“girl... “ menjadi seorang yang sukses tidak harus memiliki banyak uang dan berpangkat tinggi, sukses dalam menata sebuah keluarga, sukses menjadi anak yang berbakti, sukses menjadi pemimpin yang pengertian, sukses berinteraksi dengan orang, sukses menjadi sahabat yang setia, ini semua adalah bentuk kesuksesan. Kaya tidak harus dalam bentuk uang, kaya pengetahuan, kaya pengalaman, kaya koneksi adalah sebuah bentuk kekayaan.” 
Saya selalu ingat kata-kata yang kamu ucapkan kepada saya waktu itu, ini adalah kata-kata berharga bagi saya, kamu luar biasa dek, kecil-kecil cabe rawit yah haha.

Terimakasih karena jalinan persahabatan ini, terimakasih kamu adalah sahabat saya, semoga kamu selalu lucky yahh seperti dulu (setiap tahun dapat undian), usia boleh tua tapi jiwa selalu YOUNG.

Happy valentine
*atur waktu datanglah ke benua yang romantis ini, saya yakin kamu akan menyukainya, hitung-hitung sebagai bentuk care terhadap LKK (lao khok khok/tua) ini.

Saya tersenyam-senyum melihat email ini, kecil-kecil cabe rawit huhhh… kemudian menekan tombol reply…
“mengingat usiamu yang sudah kepala 4, saya terpaksa harus berdoa semoga teralisasikan yah, sebagai bentuk care, tiket dan visa please Mister Yoan janjikan dulu hahahaaa… Sejak kapan kita melewati valentine?? jump boss, forget it... toassss!”


Mungkin inilah berharganya sebuah persahabatan, tidak banyak kata-kata yang perlu diucapkan, kami selalu ada untuk yang lain, kami tidak pernah meninggalkan yang lain, kami saling mendukung, kami berbicara dari hati ke hati. 


No comments:

Post a Comment